Kamis, 26 Mei 2016

KISI-KISI UUB KLS X SMT 2 TP 2015-2016



KISI – KISI SOAL SKI
Nama Sekolah                         :  MAN Model Palangka Raya                                               Kelas/ Semester           : X/ 2
Nama Guru                             :  Muhamad Asran Dirun                                                        Tahun Pelajaran           : 2015/ 2016
Mata Pelajaran                        :  Sejarah Kebudayaan Islam

Kompetensi Dasar
Materi Ajar
Indikator
2
3
4
1. Menghayati pola kepemimpinan khulafaur Rasyidin sebagai implemetasi dari kewajiban berdakwah

2. Memiliki sikap semangat ukhuwah sebagai implementasi dari pemahaman startegi dajwah untuk masa sekarang dan akan datang

3. mendeskripsikan proses pemilihan Khulafaur Rasyidin

4. Menyadari pentingnya perilaku istiqomah dari perjuangan Khulafaur Rasyidin sebagai implementasi akhlakul karimah

5. menghayati sikap tegas khalifah Umar bin Khatab dalam pemerintahan Islam sebagai contoh pengambilan keputusan bagi kepemimpinan umat Islam sekarang

6. mengambil ibrah dari kepemimpinan Khulafaur Rasyidin ketika menjadi pemimpin negara

7. nebghayati sikap zuhud khaliufah Usman bin Afan pada saat menjadi khalifah masa khlafaur rasyidin

8. meneladani sikap tegas sahabat Umar bin Khatab ketika membuat kebijakan memecat Khalid bin Walid dari panglima perang sevagai teladan bagi kepemimpinan sekarang

9. meneladani sikap tekun sahabat Usman bin Afan dalam beribadah

10. membiasakan berperilaku sabar sebagaimana khalifah Ali bin Abi Thalib ketika menghadapi ancaman dari musuh
11. mendeskripsikan startegi dakwah Khulafaur Rasyidin

12. memahami prestasi pemerintahan Khulafaur Rasyidin
13. mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi masa Khulafaur Rasyidin

14. memetakan faktor-faktor keberhasilan Khulafaur Rasyidin dalam mengembangkan Islam

“ Sejarah Perkembangan Islam Masa Khulafaur Rasyidin ”.














“ Strategi Dan Substansi Dakwah Khulafaur Rasyidin “.




























1.         Siswa dapat menjelaskan masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin Abu Bakar as Shiddiq

2.         Siswa dapat menjelaskan kebijakan khalifah Khulafaur Rasyidin

3.         Siswa dapat menyebutkan tanggal, tahun dan bulan yang berhubungan dengan pengangkatan, kejadian dan peristiwa penting masa khulafaur rasyidin


4.         Siswa dapat menyebutkan panggilan atau sebutan atau gelar yang diberikan kepada khulafaur rasyidin


5.         Siswa dapat menyebutkan nama-nama perang yang terjadi masa khulafaur rasyidin

6.         Siswa dapat menyebutkan keberhasilan yang dicapai masa khulafaur Rasyidin

7.         Siswa dapat menyebutkan kesulitan yang digadapi khulafaur rasyidin

8.     Siswa dapat menyebutkan nama keturunan, ayah, ibu dan  istri dari khulafaur rasyidin

9.     Siswa dapat menyebutkan asbabun nuzul surah al-Quraish dan al-Fiil


10. siswa dapat menyebutkan hukum membaca Al-Quran dengan tajwid dan mempelajari ilmu tajwid

Selasa, 21 Oktober 2014

LANDASAN NORMATIF HUMA BETANG



BAB I
PENDAHULUAN
LANDASAN DASAR-DASAR NORMATIF KEPEMIMPINAN
KEPENDIDIKAN BUDAYA LOKAL HUMA BETANG SESUAI PANCASILA DAN UUD 1945
Keyword: landasan dasar-dasar normatif, kepemimpinan kependidikan budaya lokal
A.       Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk individu yang terikat dalam proses interaksi dalam hubungannya dengan manusia lain merupakan gambaran kehidupan yang ada dalam sebuah masyarakat dahulu dan sekarang. Oleh sebab itu manusia dibekali oleh Rabb pendengaran, penglihatan dan hati[1] yang merupakan modal dasar bagi setiap manusia untuk bisa memposisikan dirinya baik sebagai makhluk individu, masyarakat, pemimpin (khalifah), guna kelangsungan hidupnya di dunia dan di akhirat. Untuk bisa mengetahui tentang kebaikan dan keburukan Allah SWT juga memberikan akal pikiran kepada manusia[2] agar mereka mampu mengenal Rabbnya sehingga beriman kepada-Nya. Dengan akal juga manusia mampu berkreasi sehingga menghasilkan sebuah karya seni dan budaya yang indah yang mampu mengantarkannya kepada peradaban yang lebih maju.
Menurut Goerge Herbert Mead dalam Deddy Mulyana dalam Sabian Utsman[3], bahwa manusia individu (social-self) terdiri dari dua fase, pertama “ Aku ” ( i ), yaitu aku adalah diri yang subjektif, refleksif dalam situasi dan kecenderungan impulsif individu untuk bertindak dalam suatu cara yang tidak terorganisasikan, tidak terarah dan spontan. Yang kedua “ Daku “ ( me ), yaitu pengambilan peran dari sikap orang lain atau kelompok tertentu.[4]
Perilaku-perilaku individu ( aku ) dan ( daku ) inilah yang akan melahirkan sebuah hubungan komunikasi yang menjadi sebuah kesepakatan budaya yang terpatri dalam nilai-nilai adat, sosial masyarakat dan negara yaitu Pancasila dan UUD 1945. Di antara nilai-nilai tersebut adalah nilai falsafah “ Huma Betang “[5] (rumah panjang) dan nilai persatuan dan kesatuan.
Nilai-nilai inilah yang merupakan landasan dasar dalam kepemimpinan yang bebas terpimpin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernilai kearifan lokal, kata Prof.Dr.Norsanie Darlan[6] dalam Saidul Karnain Ishak (penulis Falsafah Huma Betang Perlu Dilestarikan, terbitan Kompas.com, Senin, 06 Oktober 2014). Sehingga nilai-nilai ini masih perlu dikaji dan dikembangkan dalam tatanan kehidupan sekarang, yang nantinya akan bermuara pada tatanan kehidupan masyarakat madani, sebagaimana yang diidamkan oleh umat Islam.
Dengan beranjak dari uraian di atas penulis mencoba mengangkat konsep dasar-dasar normatif dalam kepemimpinan budaya lokal yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dalam hubungan dengan kehidupan sekarang, khususnya nilai-nilai yang terkandung dalam Falsafah Huma Betang. Falsafah Huma Betang ini merupakan ruang publik yang bisa dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk dalam sebuah kepemimpinan yang bebas dan terpimpin dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan yang posisinya setara dan mampu melakukan transaksi-transaksi, wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran.
B.         Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apakah landasan dasar-dasar normatif?
2.      Bagaimana kepemimpinan budaya lokal huma betang?
3.      Manfaat apa yang bisa diambil dari kepemimpinan budaya lokal huma betang.
C.        Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang landasan dasar-dasar normatif, kepemimpinan budaya lokal huma betang dan manfaatnya.
D.       Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah library research, yaitu menggali dari bahan-bahan kepustakaan yang kemudian dianalisis sesuai dengan fenomena yang ada.

BAB II
PEMBAHASAN
A.       Landasan Dasar-Dasar Normatif
Kalau kita berbicara mengenai landasan dasar-dasar normatif tentu yang terbesit dalam benak kita adalah kitab suci yaitu Al-Quran dan al Hadis atau bisa juga landasan negara kita yaitu Pancasila dan UUD 1945, atau ada juga mengatakan bahwa landasan normatifnya adalah apa yang berlaku dalam sebuah masyarakat.
Perlu dipertegas bahwa yang menjadi landasan dasar-dasar normatif bagi kita sebagai orang yang beragama adalah Al-Quran dan Hadis. Dan karena kita juga mendiami wilayah Indonesia tentu kita juga terikat dengan landasan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, dalam hal apapun, baik itu perilaku, sikap, dan tindak tanduk kita tidak boleh bertentangan dengan landasan tersebut.
Sebagaimana disebutkan dalam latar belakang di atas bahwa manusia dibekali akal, pendengaran, penglihatan dan hati, tentu ia akan melahirkan sebuah pemikiran yang baru, yaitu berupa seni dan budaya yang menjadi ciri khas orang tersebut. Maka dari itu manusia tidak bisa dilepaskan dari yang namanya kebudayaan, karena manusia merupakan bagian dari hasil kebudayaan itu sendiri.[7] Dalam hal ini Van Peursen (1988) dalam Tumanggor dkk, bahwa budaya itu semestinya diperlakukan sebagai kata kerja, bukannya sebagai kata benda. Sehingga budaya tiap-tiap masyarakat itu berbeda-beda sesuai dengan tempat dan waktunya terjadinya.
Pada dasarnya mansuai itu mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan, yaitu 1) penganut kebudayaan, 2) pembawa kebudayaan, 3)manipulator kebudayaan dan 4) pencipta kebudayaan.[8]
Sebagai penganut kebudayaan artinya ia hanya sebagai pelaku tradisi saja. Pembawa kebudayaan adalah pihak luar atau anggota masyarakat setempat yang membawa budaya asing/ baru. Sedangkan manipulasi kebudayaan adalah anggota masyarakat setempat yang melakukan aktivitas kebudayaan atau mengatasnamakan budaya setempat tetapi tidak sesuai dengan nilai-nilai atau ide luhur yang ada. Dengan demikian penulis berpendapat bahwa manusia itu baik dia sebagai pelaku tradisi, pembawa budaya, manipulator budaya atau pencipta budaya dan apapun yang dihasil oleh pikiran manusia harus sesuai dengan landasan normatif yang ada.
Kaitannya dengan makalah ini penulis perlu menggarisbawahi bahwa yang di maksud dengan landasan dasar-dasar normatif ini adalah sebagaimana yang tertuang dalam falsafah Huma Betang yang tertuang dalam Perda Nomor 16 Tahun 2008, yaitu perilaku hidup yang menjunjung tinggi kejujuran kesetaraan, kebersamaan dan toleransi serta taat pada hukum (hukum negara, hukum adat dan hukum alam).[9] Landasan Huma Betang atau Belum Bahadat (hidup beraturan) ini merupakan perwujudan sikap dan tingkah laku orang dayak baik terhadap dirinya sendiri, orang lain dan alam sekitarnya yang diwariskan secara turun temurun kepada anak cucunya hingga sekarang. Landasan normatif ini bisa dipakai oleh siapa saja karena di dalamnya berisikan nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Misalnya nilai kebersamaan, yang sesuai dengan sila ke tiga dari Pancasila dan pasal 30 UUD 1945 tentang kewajiban membela negara. Hakinan Daha Hasapan Belum artinya saling menukar, yaitu sikap setia dan taat kepada pimpinan, hal ini tergambar dalam sila ke empat dari Pancasila dengan mendahulukan musyawarah sebagai cara dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Dengan demikian , maka pantaslah warisan budaya ini dijadikan sebagai landasan filosofis normatif yang berlaku di Kalimantan Tengah.
B.        Kepemimpinan Kependidikan Budaya Lokal Huma Betang dan Manfaatnya
Menurut Baharuddin dan Umiarso (2012), esensi dari kepemimpinan itu adalah kepengikutan kemauan orang lain untuk mengikuti keinginan pemimpin.[10] Sedangkan Menurut Herlambang (2014), ada tiga hal penting yang ada dalam sebuah kepemimpinan, yaitu : 1. Kepemimpinan itu menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut dengan mempunyai kesediaan untuk menerima pengarahan dari pemimpin, tanpa pengikut seorang pemimpin tidak akan bisa berjalan, 2. Kepemimpinan menyangkut kekuasaan, pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mempengaruhi pemimpin dan mengarahkan pemimpin secara langsung, 3. Pemimpin dapat memberikan pengaruh, pemimpin tidak hanya memerintah tetapi mempengaruhi seseorang agar bawahan dapat mengikuti dan melaksanakan perintah secara suka rela tanpa paksaan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.[11]
Kepemimpinan adalah suatu kekuatan yang penting dalam rangka pengelolaan sumber daya secara efektif, efisien dan produktif. Sebab kepemimpinan yang baik itu adalah yang mampu membawa masyarakatnya kepada kesejahteraan, kebahagiaan dengan bekerja bersama-sama yang dilandasi dengan sikap atau perilaku yang baik (organitation behaviour) yang dimunculkan oleh pemimpinnya maupun masyarakatnya.
Jadi kepemimpinan yang dimaksud penulis dalam makalah ini adalah keberadaan seorang pemimpin yang mampu memimpin masyarakatnya untuk bekerja secara bersama-sama dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu kesejahteraan dan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
Untuk bisa menjadi seorang pemimpin, ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa pemimpin itu dilahirkan dengan membawa sifat-sifat sebagai seorang pemimpin[12]. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa berhasil tidaknya kepemimpinan itu tidak hanya dipengaruhi oleh pembawaan lahir pada diri seorang pemimpin melainkan dipengaruhi oleh sifat-sifat terhadap yang dipimpinnya (lingkungan). Sedangkan pandangan yang terkini mengatakan kepemimpinan itu atas dasar psikologi, sosiologi, ekonomis dan politis dengan menyesuaikan terhadap situasi. Kepemimpinan akan sukses atau tidak masih ditentukan oleh situasi yang selalu berubah yang mempengaruhi perubahan dan perkembangan kehidupan kelompok yang dipimpinnya, demikian menurut Yaqin dalam bukunya.
Penulis berpendapat bahwa kepemimpinan itu merupakan sunatullah, artinya setiap orang berpotensi untuk bisa menjadi seorang pemimpin. Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi Muhammad saw dari Abdillah Ibnu Umar :
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنَا سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَزَادَ اللَّيْثُ قَالَ يُونُسُ كَتَبَ رُزَيْقُ بْنُ حُكَيْمٍ إِلَى ابْنِ شِهَابٍ وَأَنَا مَعَهُ يَوْمَئِذٍ بِوَادِي الْقُرَى هَلْ تَرَى أَنْ أُجَمِّعَ وَرُزَيْقٌ عَامِلٌ عَلَى أَرْضٍ يَعْمَلُهَا وَفِيهَا جَمَاعَةٌ مِنْ السُّودَانِ وَغَيْرِهِمْ وَرُزَيْقٌ يَوْمَئِذٍ عَلَى أَيْلَةَ فَكَتَبَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَنَا أَسْمَعُ يَأْمُرُهُ أَنْ يُجَمِّعَ يُخْبِرُهُ أَنَّ سَالِمًا حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ[13]
Artinya : Dari Abdullah bin Umar ra ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Kamu semua adalah pemimpin dan harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seseorang imam adalah pemimpin dan harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin bagi istrinya dan harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin di lingkungan rumah tangga suaminya dia harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Pembantu adalah pemelihara terhadap harta tuannya dia harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Abdullah berkata, saya kira Rasulullah saw bersabda juga  dan seseorang anak adalah pemelihara milik orang tuanya dia harus bertanggung jawab atas pemeliharaannya itu. Dan kamu semua adalah pemimpin dan harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. (HR. Bukhari No. 893).

Namun pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau mengerti keadaan masyarakatnya dan mau mengabdikan dirinya untuk masyarakat dengan semata-mata mengharap ridha Allah SWT dengan tetap melaksanakan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya, agar masyarakat yang dipimpinnya juga mau mengikuti perintah pimpinannya.
Kaitannya dengan Kepemimpinan yang kita ketahui dari suku dayak, bahwa orang dayak itu termasuk orang yang taat dan patuh kepada pemimpinnya. Pemimpin atau kepala suku adalah orang yang disegani, dekat dan paham dengan masyarakatnya serta peka dalam mengamati situasi. Disamping itu faktor Mamut Menteng atau gagah perkasa, tegas berani tanggung resiko, berilmu tinggi, bersikap adil dan mampu menjalankan hukum adat dengan baik dan taat kepada hukum  Pali (larangan), merupakan syarat-syarat yang harus dimiliki apabila ingin menjadi seorang pemimpin, demikian Nila Riwut (2003) dalam bukunya Manaser Panatau Tatu Hiang (Menyelami Kekayaan Leluhur).
Dapat kita simpulkan bahwa kepemimpinan dalam suku dayak adalah kepemimpinan yang memadukan antara tipe otokratis dan demokratis. Otokratis disini adalah keputusan pimpinan yang bersikap mutlak terhadap masyarakat yang melanggar aturan atau adat nenek moyang yang dipegang. Bersikap demokratis artinya masyarakat boleh memberikan saran atau pendapat dalam memecahkan persoalan yang dihadapi, yaitu dalam permasalahan yang menyangkut orang banyak masih tetap menggunakan cara musyawarah untuk menghasilkan keputusan yang terbaik, bukan keputusan dari pemimpinnya.
Manfaat yang bisa diambil dari kepemimpinan budaya lokal Huma Betang  ini adalah pertama, Hakinan Daha Hasapan Belum[14]  artinya saling menukar darah yang kemudian pada pergelangan tangan diikatkan lamiang atau lilis. Setelah itu memotong rotan, menaburkan beras kuning, abu, garam, kemudian ibu jari tangan kanan dilukai sedikit hingga mengeluarkan darah. Upacara ini dilaksanakan sebelum pukul 12.00 siang hari. Tetesan darah inilah merupakan perwujudan lambang bakti yang setinggi-tingginya pada seorang pemimpin. Kedua dalam falsafah huma betang  ada sikap toleransi, yaitu saling menghormati antara sesama suku dayak yang tersebar di seluruh pulau Kalimantan, artinya walaupun mereka dipisahkan oleh sungai dan daratan, mereka tetap saling menghormati dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat orang dayak. Ketiga yaitu Handep Tuntang Haduhup artinya bekerja sama atau gotong royong saling tolong menolong, keempat mendahulukan Belum Bahadat artinya hidup harus sesuai aturan, dimanapun kita tinggal kita harus taat dan patuh terhadap aturan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Landasan dasar-dasar normatif ini adalah perilaku hidup yang menjunjung tinggi kejujuran kesetaraan, kebersamaan dan toleransi serta taat pada hukum (hukum negara, hukum adat dan hukum alam).
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau mengerti keadaan masyarakatnya dan mau mengabdikan dirinya untuk masyarakat dengan semata-mata mengharap ridha Allah SWT dengan tetap melaksanakan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya, agar masyarakat yang dipimpinnya juga mau mengikuti perintah pimpinannya.
Untuk menjadi seorang pemimpin atau kepala suku orang dayak dia  adalah orang yang disegani, dekat dan paham dengan masyarakatnya serta peka dalam mengamati situasi, Mamut Menteng atau gagah perkasa, tegas berani tanggung resiko, berilmu tinggi, bersikap adil dan mampu menjalankan hukum adat dengan baik dan taat kepada hukum  Pali (larangan).
Kepemimpinan dalam suku dayak adalah kepemimpinan yang memadukan antara tipe otokratis dan demokratis.
Kepemimpinan budaya lokal dayak yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dan bermanfaat bagi kita adalah Hakinan Daha Hasapan Belum artinya saling menukar darah, sikap toleransi, yaitu saling menghormati antara sesama suku dayak dan orang lain, Handep Tuntang Haduhup artinya bekerja sama atau gotong royong saling tolong menolong, Belum Bahadat artinya hidup harus sesuai aturan, dimanapun kita tinggal kita harus taat dan patuh terhadap aturan yang berlaku.
B.        Saran
Disarankan agar kita memiliki kepedulian dan apresiasi yang tinggi terhadap kebudayaan lokal khususnya adat dayak dengan menerapkan falsafah  huma betang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mubarakfuri, Shafiyyurrahman, Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011.
Herlambang, Susatyo, Perilaku Organisasi Cara Mudah Mempelajari Perilaku Manusia Dalam Sebuah Organisasik, Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2014.
Mohamad, Goenawan, Dimana Bumi Dipijak Disana Langit Dibangun, Malang: Bayu Media, 2011
Riwut, Nila, Maneser Panatau Tatu Hiang ( Menyelami Kekayaan Leluhur), Yogyakarta: 2003.
Softwere Maktabah Syamila.
Sulang, Kusni Budaya Dayak Permasalahan dan Alternatifnya, Malang: Bayu Media, 2011.
Suradji, H. Gatot dan Martono, Engelbetus, Ilmu dan Seni Kepemimpinan, Bandung, Pustaka Reka Cipta, 2014.
Tumanggor Rusmin, Ridho Kholis, Nurochim, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Umiarso dan Baharuddin, Kepemimpinan Pendidikan Islam antara Teori dan Praktik, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2012.
Utsman, Sabian, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Yaqin, Husnul, Kapita Selekta Administrasi dan Manajemen Pendidikan, Banjarmasin, Antasaripress, 2011.













[1] قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ (٢٣) al-mulk : 23,

[2]  أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا (١٠)at-Talak : 10,

[3] Sabian Utsman bin H. Anang Utsman (alm) adalah Dosen Sosiologi Hukum STAIN Palangka Raya, lahir di Sebuai, Kumai yaitu Kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Kotawaringin Barat Pangkalanbun Kalimantan Tengah pada tanggal 09 November 1963 dan mempelajari Sosiologi Kriminalitas (M,Si) PPs UMM dan di Program Doktor Sosiologi Pedesaan PPs Unibraw, belajar ilmu hukum di Program Doktor PPs FH UII, yang telah banyak menulis buku-buku ilmiah di antaranya Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Makna Dialog antara Hukum dan Masyarakat.
[4] Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, h. 161.
[5] Huma Betang adalah rumah adat suku dayak yang dibangun tinggi dari tanah terbuat dari kayu ulin berbentuk persegi panjang dengan tiang-tiang sebagai penyangga bangunannya dengan maksud untuk menghindari banjir, menghindari musuh yang menyerang dengan tiba-tiba, menghindari binatang buas, juga karena tuntutan adat yang dihuni oleh 100 sampai 200 jiwa yang terdiri dari beberapa kepala keluarga yang dipimpin seorang bakas lewu atau kepala suku.
[6] Beliau adalah Guru Besar Pendidikan Luar Sekolah (PLS)  Universitas Palangka Raya.
[7] Rusmin Tumanggor, Kholis Ridho, H.Nurochim, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, 17.
[8] Rusmin Tumanggor, Kholis Ridho, H.Nurochim, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, 17.
[9] Andriani S Kusni, dkk, Dimana Bumi Dipijak Disana Langit Dibangun, Malang: Bayu Media, 2011, h. 116.
[10] Baharuddin & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam Antara Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012, h. 33.
[11] Herlambang, Perilaku Organisasi, Yogyakarta, Gosyen Publishing, 2014, h. 95.
[12] Yaqin, Kapita Selekta Administrasi dan Manajemen Pendidikan, Banjarmasin, Antasaripress, 2011,h.158.

[13] Kitab Shahih Bukhari juz 2, h. 305.
[14] Nila Riwut, Maneser Panatau Tatu Hiang, Yogyakarta: 2003, h. 216.